Kamis, 15 April 2010

http://majalah.tempointeraktif.com/id/

16 Maret 2009

Djohan Sutanto:
Itu Kemauan PLN
*
GAGASANNYA bagus: mempermudah pelanggan membayar tagihan listrik. Tak perlu antre di loket PLN sampai keringetan. Cukup datang ke anjungan tunai mandiri (ATM) bank terdekat, lalu pencet menu pembayaran tagihan listrik. Beres sudah.

Adalah PT Sarana Yukti Bandhana yang pertama kali mewujudkan sistem online itu. Perusahaan listrik negara kemudian menjadikan Sarana sebagai mitra. Sistemnya diberi nama Pembayaran Rekening Listrik Fleksibel dan Otomatis (PraQtis) dan mulai diluncurkan pada 2000.

Banyak pihak berharap sistem ini akan transparan dan meningkatkan laju efisiensi PLN. Tapi belakangan banyak pelanggan memprotes karena sistem ini punya ekor yang namanya biaya administrasi bank yang mesti mereka bayar. Jumlahnya bervariasi, dari Rp 1.500 hingga Rp 15.000 setiap bulan.

Tempo menemui Chief Operating Officer PT Sarana Yukti Bandhana Djohan Sutanto, Januari lalu. Djohan ditemani Senior Advisor Mohammad Mochtar Wiryo, yang juga bekas Direktur Administrasi PLN.

Sebenarnya, bagaimana bentuk kerja sama Sarana dengan PLN dalam PraQtis?

Kami ngobrol dengan PLN. Ada ide yang kebetulan sama. Konsep kami ketemu. Kami kemudian mengelola pusat data konsumen PLN. Semua data konsumen ada di Sarana. Kami yang investasi pembuatan pusat data itu. Kalau ada pelanggan yang ke bank menanyakan tagihan listrik, bank cukup bertanya kepada Sarana. Sistem ini disiapkan akhir 1998.

Jadi, siapa saja yang terlibat dalam PraQtis?

Kami sebagai switching company, bank, dan PLN. Bank harus meneken perjanjian kerja sama dengan kami dan PLN. Ini perjanjian segitiga.

Apakah sejak awal memang ada kesepakatan untuk membebankan biaya administrasi pembayaran rekening listrik kepada pelanggan?

Kami berperan sebagai pihak penerima. PLN maunya begitu, ya, kami terima. Kami dibayar oleh bank. Kalau bank memungut Rp 3.000 atau Rp 2.000 dari pelanggan, lalu memberi kami Rp 800 atau Rp 1.500 per transaksi, itu urusan bank dengan kami.

Mengapa tarif yang dipungut bank bervariasi?

Memang. Rate-nya tergantung kebijakan masing-masing bank. Itu pelayanan bank. Kami dan PLN tidak bisa mengatur bank.

Berapa banyak bank yang bekerja sama dalam PraQtis saat itu?

Lebih dari 30 bank ditambah PT Pos.

Jumlah pelanggan yang dilayani?

Tidak besar. Pada masa PraQtis hanya sekitar empat juta dari total 30-an juta pelanggan PLN di Indonesia. Kami mulai dari Jakarta pada tahun 2000. Kemudian, 3-4 tahun lalu, kami meluaskan jangkauan ke Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Sumber di bank mengeluhkan tagihan joining fee dari Sarana Rp 150 juta.

Itu deposit. Besarnya bervariasi. Bank bisa mengambil kembali uang itu kalau sudah tidak di PraQtis. Namanya berbisnis, kami tidak mau mengambil risiko.

Lalu ada lagi dana bulanan Rp 5 juta. Ini di luar fee per transaksi yang Rp 1.500?

Sebenarnya bukan biaya bulanan, tapi biaya jalur komunikasi untuk host to host dengan bank. Besarnya bervariasi, tergantung layanan yang kami berikan. Sedangkan fee tak selamanya Rp 1.500. Ada yang Rp 800.

Kini sistemnya berubah jadi Payment Point Online Bank (PPOB). Bagaimana nasib PraQtis?

Sudah tidak ada. Biaya administrasinya sekarang sama, yakni Rp 1.600.

Tapi kok masih ada bank yang memungut biaya admin hingga Rp 5.000?

Kan, ada periode transisi, tidak bisa langsung diterapkan. Ada yang mengatakan Juni harus semua sudah PPOB. Ada juga yang bilang sampai Desember. Itu tergantung PLN.

Apa bedanya PPOB bagi Sarana dibandingkan dengan PraQtis?

Dulu kami yang mengelola database konsumen PLN. Sekarang semua data dipegang PLN. Kami murni hanya menjadi switcher. PLN memang berkepentingan menjaga kerahasiaan data konsumen, agar tidak disalahgunakan pihak lain.

Komponen apa saja yang dibayarkan dari biaya administrasi sistem baru ini?

Ada tiga yang menerima, yaitu switcher company kami, payment point, dan koordinator. Mereka kan perlu membayar biaya operasional, gaji karyawan, sewa tempat, dan sebagainya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mempersoalkan PPOB karena "menghilangkan" loket gratis. Benarkah tidak ada lagi loket gratis?

Setahu saya, setiap bank dalam satu wilayah, kalau ikut PPOB, harus menyediakan loket gratis. Dana operasionalnya ditanggung bank.

Jadi ada aturannya. Ada loket untuk setiap bank?

Di tiap area pelayanan bank diminta paling sedikit harus ada satu loket gratis. Jadi, kalau ada 10 bank, berarti ada 10 loket yang gratis. Itu syarat minimal.

Pada sistem baru, berapa yang didapat?

Rp 300 per transaksi.

Jika diamati, PraQtis mirip Sistem Administrasi Badan Hukum yang sedang dipermasalahkan: ada data konsumen yang dikuasai pihak ketiga untuk berbisnis....

Kalau dilihat potret luarnya, memang bisa sama. Tapi ini film, ada prosesnya, tidak bisa disamakan begitu saja.

Kami mendapat informasi PLN memiliki saham 10 persen di PT Sarana?

Cuma 5 persen, kok.

Menurut Anda, kepemilikan itu bukan suatu hal yang bermasalah?

Bukan PLN yang punya, tapi Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PLN.